Wednesday, April 4, 2012

Pak Abdulrahman

Seperti bingung akan melakukan apa, kata mereka kami harus menyewa boat untuk melihat “Si Purba”

Sedikit lewat tengah siang aku dan 2 orang kawan tiba di Kampung Rinca, menggunakan “ojek” boat yang setiap pagi datang ke Labuan Bajo dan kemudian tengah hari kembali ke kampung Rinca di pulau Rinca. Untuk membeli kebutuhan sehari-hari masyarakat kampung Rinca, atau sekedar menjadi alat transportasi antar pulau, dengan ongkos mulai dari Rp. 10.000,-  setiap hari ojek itu ada, kecuali hari Jum’at saja. Supir boat ini bukan Pak Abdulrahman, namun bang Toni.

Sekarang aku berada di dermaga kampung Rinca yang masih kokoh, dengan dikelilingi anak-anak asli kampung Rinca, aku sedang bingung akan bagaimana menuju Loh Buaya yang diyakini sebagai spot paling banyak manusia dapat melihat Komodo. Beberapa kali mengambil gambar di dermaga tersebut, sambil berharap keajaiban datang kepadaku dan kawan-kawan ini.



Memakai jaket klub sepakbola terhebat saat ini yaitu FC Barcelona, seorang bapak kecil, rambut sedikit “cepak” dan berperawakan keras datang kepadaku. “kalian ingin kemana ?” tanya si bapak singkat, “ingin ke Loh Buaya melihat Komodo” entah aku lupa siapa yang menjawab, “ikut saya saja, kebetulan saya ingin mengantar Ranger yang akan pindah pos ke Loh Buaya” bapak itu mengajak. Mungkin ini orang yang diutus Tuhan untuk menolongku dan kawan-kawan, tentu saja aku tidak melepaskan keajaiban dari Tuhan ini. Dengan beberapa kali berbincang sambil menunggu sang Ranger, kami sudah menaruh tas di dalam boat dan siap berangkat.
 

 Melalui beberapa kali percakapan di atas boat dalam perjalanan kira-kira hampir 1 jam lamanya, aku dapat menarik beberapa keterangan tentang Pak Abdulrahman. Beliau adalah pemegang kendali dari boat berwarna oranye tersebut, yang mempunyai tugas mengantarkan Ranger yang akan pindah tugas dari satu pos ke pos lainnya, mengantarkan kebutuhan dapur di setiap pos penjagaan (terdapat 11 pos penjagaan di TN Komodo, seingatku) dan juga mengantarkan Sang Polisi Hutan yang takut dengan laut, tapi aku lupa namanya.
Hari itu rencananya aku dan kawan-kawan hanya ingin sampai di Loh Buaya saja, dan mengutarakan niatku untuk menginap di boat bersama pak Abdulrahman, kemudian keesokan harinya baru memulai trekking di Loh Buaya untuk melihat Komodo dan alam pulau Rinca. Pak Abdulrahman memberikan isyarat setuju atas niatku menginap di atas boatnya, tapi dia harus meminta izin terlebih dahulu dari Sang Polisi Hutan yang aku lupa namanya.

Tiba sudah kami di Loh Buaya, Welcome To Komodo National Park gambar tulisan di sebelah kanan pintu masuk Loh Buaya, dan di sebelah kiri terdapat gambar yang mengisyaratkan dilarang: Menyalakan api (sembarangan), menembak, menebang pohon dan melempar jangkar (sembarangan). Cukup menyenangkan melihat isyarat-isyarat tersebut di depan pintu masuk TN Komodo di Loh Buaya. Belum habis senangku, ada lagi papan ucapan terima kasih Terima Kasih Anda Tidak Memberikan Makan/Minum ke Satwa Liar di Kawasan Inidan peringatan Api Kecil Jadi Kawan, Api Besar Jadi Lawan, semoga orang-orang yang datang kesini dapat memahami ucapan-ucapan tadi. Amin..

Pak Abdulrahman dengan sedikit teriak memberikan isyarat kepada aku dan kawan-kawan untuk lebih cepat melangkah, disebabkan ia membawa banyak ikan yang dia dapat dari teman nelayan di laut tadi untuk kebutuhan dapur di pos penjagaan, dan “takut-takut” Komodo mencium “bau” ikan tersebut dan menghampiri kami seketika. Kami tiba di kantor administrasi TN Komodo di Loh Buaya, dan pak Abdulrahman mengisyaratkan aku untuk mengutarakan maksud menginap di boat kepada Sang Polisi Hutan yang aku lupa namanya. Alih-alih mendapat izin, sepertinya Sang Polisi Hutan yang aku lupa namanya tersebut kurang setuju dengan niat aku dan kawan-kawan, padahal waktu itu aku sudah sedikit pasang muka memohon, tapi ia tak bergeming dengan ketetapan hatinya. Kemudian aku meminta harga murah untuk losmen yang dibangun pemerintah di daerah Loh Buaya, dan lagi-lagi ia tak menyetujuinya dengan alasan yang aku tidak bisa utarakan disini.

Sudah jam 3 sore saat itu, dengan masukan beberapa Ranger dan pak Abdulrahman, kami memutuskan untuk melakukan trekking di Loh Buaya saat itu juga, dengan mengambil rute level medium aku dan kawan-kawan memulai trekking. Trekking kami lakukan setelah membayar administrasi masuk TN Komodo dan mendapat keringanan yang sekali lagi aku tidak dapat utarakan disini. Aku sedikit merasa bersalah karena pak Abdulrahman sedikit dimarahi oleh Sang Polisi Hutan karena telah meberikan tumpangan cuma-cuma kepadaku dan kawan-kawan.

Kira-kira 1 jam lebih kami melakukan trekking di Pulau Rinca, sangat indah dengan relief pulau berbukit, dan beberapa Komodo yang aku jumpai di sekitar dapur dekat pos jaga, entah sudah berapa banyak foto yang aku ambil untuk diabadikan. Pak Abdulrahman pun memberikan isyarat untuk kembali ke kampung Rinca dengan boat yang sama, sang Ranger yang menemaniku dan kawan-kawan sudah memberikan pesan agar kami menginap di rumahnya saja di kampung Rinca.

Ditemani “matahari tenggelam” boat pak Abdulrahman membelah laut sekitar pulau Rinca, ribuan kelelawar mengikuti kami tak kenal lelah, banyak orang juga sedang melalukan aktifitas mencari tripang. Sudah malam aku dan kawan-kawan pun tiba di kampung Rinca, dan langsung menuju ke rumah pak Abdulrahman, “di rumahku saja kalian menginap..” tukasnya. Walaupun terletak di “A World Heritage Site” rupanya kampung Rinca belum mendapatkan akses listrik sampai tahun kemarin.

Jamuan makan malam yang lebih dari “romantis” disuguhkan keluarga pak Abdulrahman, dengan ditemani lampu semprong, kami berempat melahap habis hidangan, hidangan yang sederhana, tapi sangat mewah ketika itu. Aku sempatkan untuk mengambil gambar bersama pak Abdulrahman dan istri, tanpa anak-anak mereka yang aku juga tidak bisa mengingat wajah mereka karena gelap gulita pulau Rinca.


Baru ingat, hari itu rupanya hari Kamis !!! artinya, besok tidak akan ada boat yang menuju Labuan Bajo karena hari Jum’at. Pilihannya waktu itu adalah kami menunggu hari Sabtu atau menyewa boat untuk menuju Labuan Bajo malam itu juga, tentu kami tidak punya banyak uang untuk menyewa 1 boat menuju Labuan Bajo. Aku dan kawan-kawan setia menunggu di dermaga malam itu, berbicang dengan seorang warga asli kampung Rinca yang menceritakan “kegalauan” masyarakat pulau Rinca, dan ditemani jutaan bintang yang berjatuh-jatuhan sangat banyaknya (ini bukan lebay).

Sudah sering datang keajaiban menghampiri perjalananku, dan kali ini datang lagi !!! rupanya ada teman pak Abdulrahman yang kami sempat bertemu di dermaga kampung Rinca siang hari (tapi aku lupa yang mana, dan dia ingat) dia akan menuju Labuan Bajo di pulau Flores jam 11 malam ini dengan keperluan esok hari (Jum’at) ingin mengirim uang untuk anaknya yang kuliah di Lombok. Dan tanpa banyak tanya bagaimana naik traditional boat tengah malam, apakah aman ?? karena ini pengalaman aku dan kawan-kawan yang pertama, kami menerima tawaran tersebut !. Kembali ke rumah pak Abdulrahman, dan berpamitan kepada keluarganya “kok tidak jadi menginap ???” ucap ibu bertanya, “mungkin di lain waktu ibu, besok tidak ada boat yang menuju Bajo..” entah siapa lagi yang menjawab. Dengan rasa bangga dan bersyukur, kami menaiki boat di terangnya bulan.

Malam itu aku tidak akan pernah lupa, banyak bintang jatuh, entah berapa inginku yang aku ucapkan dalam hati, Malam itu kami menginap di atas boat, di pasar ikan Labuan bajo. Terima kasih Tuhan, terima kasih hamba Tuhan ( pak Abdulrahman) telah menjadi ajaib bagiku dan kawan-kawan, aku akan datang kesana lagi, semoga kita berjumpa.

*Dalam perjalananku di bulan Juli 2011

No comments:

Post a Comment