Dimana pun terdapat orang hidup, kita berhak hidup disana.
Mempelajari gaya hidup mereka, agar kita tidak sombong dengan gaya hidup kita
sendiri.
Ini bukan malam biasa bagiku. Bukan biasa karena malam ini
aku sedang berada di ibukota Kamboja, Phnom Penh. Bukan biasa karena aku sedang
melawan kebisingan yang saling sahut-sahutan tepat dari seberang hostel tempat
aku menginap. Aku sedang ingin beristirahat malam itu.
Lelah melawan, aku memutuskan untuk melihat apa yang sedang
terjadi di sebrang jalan sekaligus sebrang sungai besar yang membelah kota
Phnom Penh. Tidak butuh banyak waktu, aku sudah tepat di depan gerbang hostel.
Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat dan aku dengar, terlebih apa yang
aku rasakan.
Warga lokal yang terdiri dari anak-anak kecil, anak baru
gede, bapak-bapak, ibu-ibu sampai orang lanjut usia sedang kompak mengikuti
pemandu senam berjoget ria. Saat itu, ada dua kelompok besar yang menyetel
soundnya masing-masing denga keras. Aku terus tersenyum sambil sesekali
mengambil gambar situasi unik ini. Setelah berpikir panjang dan membuang rasa
ragu, aku putuskan bergabung dengan mereka untuk merasakan apa yang mereka
rasakan. Ini sehat sekaligus bahagia dengan musik-musik bahagia.
Rasa bahagia tersebut jelas tidak akan bisa kita rasakan
jika terus-menerus mengikuti pakem industri perjalanan yang sedang marak dan
cenderung merusak ini. Rasa bahagia dan mempelajari tersebut haruslah kita
jemput, harus kita yang mendatangi. Bagaimana menjemputnya?
Di hari yang lainnya, aku dan kawan seperjalanan sudah cukup
lelah dan lapar melakoni tur 1 hari di Angkor Wat. Ditambah, kami bertiga memang
sangat kurang tidur karena tenggelam di
serunya Siem Reap malam hari tadi. Perut terus memberi kode tanda harus diisi,
aku putuskan untuk tidak makan “jajanan” yang berderet di dekat kawasan wisata
Angkor.
Kami terus mengayuh sepeda pinjaman dari hostel menjauh dari
Angkor Wat, sambil melihat-lihat situasu kota purba ini. Sudah sampai puncak
lapar dan lelah kami, nyaris kami melewati warung kecil di pinggir jalan. Tanpa
pikir panjang, kami bertiga langsung memarkirkan sepeda sembarangan. Tanpa
disuruh juga, Nando langsung bertanya “you have a noodles?” Moon sang pemilik
warung yang sehari-harinya “menarik” tuk-tuk mempersilahkan kami untuk duduk.
Mie akan dimasak segera.